Tuesday, September 21, 2010

Rahasia

Kita mulai semua saat penjam matamu menepiskan hikayat kita berdua, lupakah kau?
Dengan setangkai mawar retak layu di halaman, bercinta kita di atas kembang setaman.
Tiada berduri, tiada darah terpetik tangan.


Lalu mengapa selangut rasa masih menyadurkan Lara? Harap yang hancur tak teraba di dalam kelam. Pekat yang tak terobati, yang gugur dan menyuram. Sebalur hati memburam, mengusam. Seperti gundah berada di pihak yang kalah: tak sanggup aku melihatnya menyerak, menghambur, dan meluntur bersama malam.


Mungkin ini dosa. Tak buyar meski dalam bayang ribuan do’a. Haruskah keyakinanku perlahan menjauh, di kilasan waktu yang selalu memandang langit runtuh? Pada dermaga teduh yang menudung luluh, biar masa lalu ku terbunuh. Biar kurangkai cerita baru tanpa keluh. Karena inginku, melangkah ke hari baru yang cerah, memunguti kepingan yang pecah terbelah.


Dengar do’aku terucap di antaranya.
Berjuta siratan takdir terlihat hampa.
Mengetuk di pintuMu sekadar coba mengurai makna.


Hingga perjalanan ini terasa teduh, mengarungi bahtera tanpa merasa itu jenuh. Mencari apa yang suatu ketika pernah utuh. Dan cinta tak akan lagi terasa jauh, setiap angan akan terengkuh, selalu siap mendekap tanpa kita tahu seluruh.

0 comments:

Post a Comment