Saturday, October 30, 2010

Cerita Rindu

Ranum mentari pagi ini indah, mungkin sewarna wajahmu. Lalu kemanakah kita bersua? Embun yang cahaya, atau bebayang yang gulita? Sementara cahaya lamat menyusut. aku mengkhusyuk dalam kidung doa. berharap kenangmu tak menyementara.

Sayang, pada jarak yang tak berukur, kita berbagi gemintang dan langit. Mengapa tak jua kita temukan sauh yang labuh? Seberapa mimpi lagi yang perlu kita penuhi, sekadar tepiskan rindu yang berentang sekian jarak ini? Karena telah habis semua waktu, tertepikan oleh harapku yang kian semu.

Bukankah sudah pernah kubisikkan rindu yang fakir padamu? Kembalilah, dengan bibirmu yang penyihir. Kulum hasratku dengan hadirmu, benamkan aku dijurang tanpa pilu. Resapi, rasakan, betapa hebatnya inginku.

Aku mencarimu di udara yang kuhela, dalam gema yang tak kembali. Dalam senja yang pulang ke pelukan malam. Namun hitam malam penuh kesalahan, warnanya justru sesatkan jalur perjalanan.

Setelah sekian awan lembayung ku lewati begitu saja. semacam kosong tak pernah tahu pesisir. Aku-pun menunggu pada bangku taman. Coba melarung kisah lalu, membakarnya dari sudut kalbu. Ingin segera berlalu, keluar dari lingkaran hidup tak menentu.

Mungkin segala waktu hanya kisaran yang takkan terulang, henti, atau berkurang. hanya sekian bayangmu yang tak pernah pulang.

Monday, October 18, 2010

Mencintaimu Membuatku Awam



Jiwa berjiwa yang hitam menyimpan warna yang cekam. Sepi yang berlentera kelam, ada cahaya yang benam, rindu yang dalam. Secarik amarah yang pendam, seperti tumpah ke langit, lalu legam. Lihatlah, bulan yang sama di langit, turut kedam lebam.

Kata-kata terbata, terdampar pada genggammu yang jeram: sebaris pesisir yang bergantung pada kusam cuaca. Engkau memulai seluruh yang perih, menjejal lubukku dengan suram, dengan gamang. Mataku, pusara pada telaga yang tak surut. Mataku, benderang yang padam, lilin yang penjam, lampu yang redam, merindu cahaya.

Pada resah diam, dengarkan luka membekam, menggumamkan dendam degam. Tidakkah akhirnya, mencintaimu, ternyata membuatku tak lebih dari seorang yang awam?  

Sunday, October 3, 2010

Luka Sewarna Senja


Malam meretaskan luka.
Menguak luka seperti senja kehilangan warna.
Sekarang riang hanya sebuah kisah semu saja

Aku ingin malam yang suka, dimana tawa-tawa bahana.
Terbahak mencari arah yang tiada,
terhuyung dalam khayal, tersentak seketika.

Akankah pagi membawa jawabannya? Telah lelah aku melukis tanya.
Telah begah aku mendulang rindu, bila sisanya hanya jelaga
Lelah menanti ketiadaan, dirimu hanya semu impian malam.
Ingin berhenti menatap hitam, keluar dari labirin kelam.