Celak mata yang merona hitam, bertatap
kosong menantang angkasa.
bisu harap karena sang petaka
terpilih kembali.
Kami beranjak dari kursi yang
teralunkan tembang-tembang kehidupan
lama, membuang segala pedoman
berbau kekangan.
Jiwa tertantang untuk melawan,
memberanguskan semua takdir
yang tak menawan. Nestapa jadi acuan,
tak mau terus ditelan kegelapan.
Mengayun langkah menuju masa depan,
kami haus kemenangan!
Tak perduli apa rintang,
kami lelah jadi pecundang.
Bahkan takdir kami terlalu nyeri pabila
diperhatikan dengan seksama.
Kami akan menguat seiring
perjalanan, walau tanpa penuntun.
Kami tak lelah belajar,
menguatkan keyakinan.
Beragam kitab menjadi panutan, kami resapi,
ambil yang terbaik untuk meretas jalan.
Terkadang rasa penat hinggap,
melekat. Langkah kami kian berat.
Belenggu selalu mengecam, mendekat... kian mendekat!
Semalaman tak usai kami berpikir,
menganalisa buku takdir.
maaf kawan memang tak bisa berubah, inilah takdir kita...